Mata Kuliah "Pendidikan Agama"
Dosen Pembimbing,
Drs. Komaruddin, MM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “TATA CARA PERNIKAHAN DI INDONESIA”
Penulisan
makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Pendidikan Agama di Universitas Tridharma Balikpapan.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan
sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Saya bersedia menerima kritik
dan saran sebagai pelajaran untuk kedepanya.
Dalam penulisan makalah ini saya berterima kasih kepada
orang-orang yang menyumbangkan artikel mengenai pernikahan di Indonesia ini,
baik media internet maupun media pustaka.
Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................. 2
Bab I Pendahuluan ................................................................................................. 3
Bab II Landasan Teori / Dasar Hukum ................................................................... 4
Bab III Pembahasan / Langkah Solusi .................................................................... 6
A.
Susunan Acara pernikahan
di Indonesia................................................ 6
B.
Syarat pernikahan menurut
UU yang berlaku di Indonesia................... 8
C.
Bagaimana jika mempelai
wanita dan pria berasal dari suku
yang berbeda.......................................................................................... 8
D.
Bagaimana hukum di
Indonesia jika yang ingin melangsungkan
pernikahan adalah
pasangan yang berbeda agama................................ 9
Bab IV Penutup / kesimpulan dan Cara.................................................................. 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pernikahan adalah sunnatullah atau hukum alam di dunia yang
dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan
sebagaimana firman Allah dalam surah Yaasin ayat 36.
Manusia adalah mahluk yang Allah ciptakan lebih mulia dari
mahluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan
tata cara secara khusussebagai landasan untuk mempertahankan kelebihan derajat
yang namanya mahluk manusia dibanding dengan jenis mahluk lainnya.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang tata bagaimana tata
cara pernikahan di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
~ Apa landasan teori / dasar hukum pernikahan di Indonesia
~ Bagaimana susunan acara Pernikahan di Indonesia
~ Bagaimana syarat pernikahan menurut UU yang berlaku di Indonesia
~ Bagaimana jika mempelai wanita dan pria berasal dari suku yang
berbeda
~ Bagaimana hukum di Indonesia
jika yang ingin melangsungkan pernikahan adalah pasangan yang berbeda
agama
BAB II
LANDASAN TEORI / DASAR HUKUM
Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kompilasi hukum islam pasal 2 perkawinan adalah suatu
pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah
dan pelaksanaannya adalah merupakan ibadah.
Adapun fakta yuridis (das sollen) dan fakta riil (das sein) yang menjadi landasan
dan yang sekaligus sebagai dasar berpikir (basic of thinking) untuk sosiologis dari permasalahan pencatatan
pernikahan di Indonesia adalah :
1.
Fakta Yuridis (das sollen)
yang meliputi :
a.
Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 yang berbunyi “Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang – undangan yang berlaku”.
b.
Pasal 13 peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang berbunyi :
(1)
“Akta perkawinan dibuat
dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai
kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah kantor pencatatan
perkawinan itu berada”.
(2)
“kepada suami dan isteri
masing – masing diberikan kutipan akta pernikahan”.
c.
Pasal 5 – 6 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia yang berbunyi :
(1)
“Agar terjamin ketertiban
bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat”.
(2)
“Pencatatan perkawinan
tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang
diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 dan UU Nomor 32 Tahun 1954.
Ketentuan
pasal 6 yang berbunyi :
(1)
“Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap
perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah Pegawai Pencatat Nikah”.
(2)
“Perkawinan yang dilakukan
di luar Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.
Fakta Riil (das sein)
Yaitu sulit mengharapkan kesadaran hukum sebagian masyarakat
Indonesia agar memiliki kesadaran untuk melaksanakan pencatatan perkawinan yang
telah dilakukan.
BAB III
PEMBAHASAN /
LANGKAH SOLUSI
A. Susunan Acara Pernikahan di Indonesia
Adat, budaya serta agama yang ada di Indonesia sangatlah beragam
sehingga sulit untuk merinci secara mendasar. Namun secara umum tata cara
pernikahan di Indonesia dapat sSaya susun sebagai berikut :
1.
Ta’aruf
2.
Acara Lamaran / Tunangan
3.
Pendaftaran ke Balai
Pernikahan
4.
Acara Hantaran
5.
Upacara Ijab kabul (Akad
Nikah)
6.
Resepsi Pernikahan
Selain dari enam point di atas, masih banyak sekali acara - acara
lainnya yang dilakukan tergantung dari adat apa yang ingin dilaksanakan.
Sebagai contoh adat pernikahan Jogjakarta yang meliputi :
1.
Acara Nontoni (Melihat calon pasangan yang akan
dinikahinya)
2.
Lamaran
3.
Peningsetan (Upacara
penyerahan sesuatu sebagai pengikat, seperti cincin dll)
4.
Upacara Tarub (Hiasan
janur kuning yang disertai dengan acara siraman)
5.
Upacara Nyantri
(menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin puteri)
6.
Midoderani (bidadari)
(mendengarkan petuah-petuah dan nasehat serta do’a
7.
Upacara Langkahan (apabila
pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum menikah)
8.
Upacara ijab Kabul (Akad
Nikah)
9.
Upacara panggih (Bertemu)
diiringi gending Jawa
10.
Upacara Resepsi Pernikahan
Selain dari adat Jogjakarta, masih banyak lagi adat lain yang
pelaksanaannya berbeda-beda, seperti adat pernikahan Betawi, Batak, Sunda,
Minang, Bugis, Mandar, Dayak, Banjar, Asmat, Ambon, Bali, Ampana, Bajo, Badui,
Kutai, Makassar, mamasa, suku melayu di Riau, Aceh, Jambi,Bangka, Belitung,
Pasir, suku Rote di NTT, suku Sangir di Sulawesi Utara, Toraja,dan masih banyak
lagi.
Selain dari tata cara pernikahan adat seperti yang tertulis di
atas, ada pula cara pernikahan yang modern, yang kebanyakan dilaksanakan oleh
penganut agama kristen, ada pula pernikahan sederhana namun sakral yang bergaya
Arab, dilaksanakan oleh penganut Agama Islam dari pesantren-pesantren, gaya
Hindu di Bali, gaya Tionghoa di Banten, dan masih banyak lagi tata cara
pernikahan di Indonesia yang sangat beragam beragam dari Sabang sampai Merauke.
B.
Syarat pernikahan menurut
UU yang berlaku di Indonesia
Menurut UU No. 1 / 1974, Adanya
persetujuan kedua calon mempelai.
Adanya ijin kedua orang tua atau wali bagi calon
mempelai yang belum berusia 21 tahun. Usia calon mempelai pria sudah mencapai
19 tahundan usia calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun.
Antar calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah atau keluarga yang tidak boleh kawin, tidak berada dalam ikatan
perkawinan dengan pihak lain.
Bagi suami istri yang telah bercerai lalu kawin lagi satu sama
lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak
melarang mereka menikah untuk ketiga kalinya.
Tidak berada dalam waktu tunggu (Masa Iddah) bagi calon mempelai
wanita yang janda.
C.
Bagaimana jika mempelai
wanita dan pria berasal dari suku yang berbeda
Pernikahan
bagi keluarga di Indonesia, bukanlah hanya keputusan antara kedu apasangan,
namun juga persatuan antara dua keluarga besar. Yang lebih sulit, jika pasangan
berasal dari keluarga besar dan berbeda suku, tetapi Indonesia juga terkenal
dengan rakyatnya yang saling terbuka, karena itu biasanya diadakan perundingan
antara kedua belah pihak mempelai wanita dan pria.
Sebagai
contoh, mempelai wanita berasal dari suku Sunda dan mempelai pria dari suku
Jawa, maka setelah melalui perundingan, maka acara akad nikah dilangsungkan
dengan cara adat Sunda, lalu resepsi pernikahan dilangsungkan dengan cara adat
Jawa, atau sebaliknya.
D.
Bagaimana hukum di
Indonesia jika yang ingin melangsungkan
pernikahan adalah pasangan yang berbeda agama.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan 9 (”UUP”). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan
dalam pasal 2 UUP adalah :
1.
Apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada
perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
2.
Perkawinan tersebut
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai
pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 “(PP No. 9/1975”). Apabila perkawinan dilakukan
oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954.
Sedangkan bagi mereka yang melangsungkan pernikahan menurut agama dan
kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Pencatatan Sipil.
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur
secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan
hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama
dan kepercayaan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU perkawinan menyerahkan pada
ajaran dari agama masing-masing.
Namun, permasalahannya apakahagama yang dianut oleh
masing-masing pihak tersebut memperbolehkan untuk melakukan pernikahan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam,
wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqaroh [2]: 221). Selain itu juga
dalam ajaran kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).
Akan tetapi, pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya
perkawinan beda agama di Indonesia. Guru
Besar Hukum perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata,
menjabarkan ada 4 cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar
pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu :
1.
Meminta penetapan
pengadilan,
2.
Perkawinan dilakukan
menurut masing-masing agama,
3.
Penundukan sementara pada
salah satu hukum agama, dan
4.
Menikah di luar negeri.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai Tata Cara pernikahan
di Indonesia, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Saya berharap Bapak DRS.
Komaruddin, MM selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Agama serta
teman-teman sekalian agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah pada kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi kita semua, Aamiin !!!