Rabu, 29 April 2015

MERUBAH PARAGRAF BIASA MENJADI BAHASA SASTRA



Mata Kuliah "Bahasa Indonesia"

Dosen Pembimbing,
Nira Surya, M. Pd 

MERUBAH PARAGRAF BIASA  MENJADI BAHASA SASTRA


A.      Paragraf Biasa
Pagi hari ini cerah, seperti biasa saya mengantar anak ke sekolah. Sambil menunggu hingga ia pulang sekolah, saya ke tempat pencucuian motor untuk membersihkan motor yang sudah satu minggu tidak pernah dicuci, sambil mengerjakan tugas Bahasa Indonesia saya terus berpikir, kalimat apa lagi yang akan saya tulis, lalu seekor burung kecil mendekatiku, sekitar lima jengkal di samping kiriku, berkicau seakan akan memperolok diriku yang selalu sibuk, ahh burung ini membuatku tersinggung, tapi kalau dipikir pikir, betul juga, setelah ini saya pasti akan lebih sibuk lagi, sampai di rumah saya akan memasak lagi, cuci piring, menyiapkan makanan, bersih bersih rumah, menyetrika dan masih banyak  lagi kesibukan layaknya ibu rumah tangga yang lain, membuatku iri dengan kebebasan burung kecil ini, tapi bagaimana pun juga saya masih bangga menjadi manusia yang mempunyai tujuan.

B.       Bahasa Sastra
Nuansa Pagi ini begitu cerah, langit biru berhiaskan mega tipis menjadi tontonan panorama alam. layaknya hari hari sebelumnya, enam kali dalam satu pekan setiap pagi aku beranjak dari istanaku mengantarkan buah hatiku menimba ilmu di sekolah. Sembari menunggu waktu pulangnya, aku mengahampiri jasa pencuci motor untuk memandikan si bebek putih kesayanganku, bebek putih yang setia membawa kemana pun tujuanku dalam kota beriman, Balikpapan ini, yang sudah satu pekan ini merindukan belaian dan elusan tangan si pencuci motor yang tak kukenal siapa namanya. Sesaat aku bimbang, memikirkan untaian kalimat apa gerangan yang akan aku goreskan pada kertas suci ini, tugas bahasa Indonesia sebagai pengantar impianku menjadi seorang pahlawan pendidikan. Aku terpaku tatkala seekor burung kecil nan elok menghampiriku, begitu dekat dengan mata kiriku, ia bersenandung dengan merdunya, Ya...mahluk ini memang selalu mengawali pagi dengan kenikmatan hidup yang terus berulang tanpa membosankan, Semakin nyaring kicaunya semakin elok pula gerak geriknya, Selepas ini ia akan terbang lagi ke angkasa raya nan luas, menari nari dan mungkin juga akan melewati istana kecil keluargaku, melambai lambai menertawai diriku yang mungkin sedang mengaduk beras yang akan menjadi nasi yang  mungkin esok hari bisa kusulap kembali menjadi bubur ayam, mengelus elus piring kotor hingga berkilau, dan masih banyak lagi rutinitas lainnya yang menungguku, Sungguh burung ini membuat iri hati, meski begitu aku tetap bangga menjadi manusia, sebagai mahluk sosial yang ingin menggapai impian, sedangkan burung hidup dalam kemanunggalan lingkungan, yang hanya mencari makan untuk hari ini saja. Tiada kemarin yang mereka  sesali, tiada esok yang mereka dambakan, segalanya dalam kini, Kini tanpa nanti dan kini tanpa tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar