Rabu, 29 April 2015

TATA CARA PERNIKAHAN DI INDONESIA



 Mata Kuliah "Pendidikan Agama"
Dosen Pembimbing,
Drs. Komaruddin, MM
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “TATA CARA PERNIKAHAN DI INDONESIA”
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama di Universitas Tridharma Balikpapan.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Saya mengakui bahwa saya adalah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Saya bersedia menerima kritik dan saran sebagai pelajaran untuk kedepanya.
Dalam penulisan makalah ini saya berterima kasih kepada orang-orang yang menyumbangkan artikel mengenai pernikahan di Indonesia ini, baik media internet maupun media pustaka.
Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................        1
Daftar Isi .................................................................................................................        2
Bab I Pendahuluan .................................................................................................        3
Bab II Landasan Teori / Dasar Hukum ...................................................................        4
Bab III Pembahasan / Langkah Solusi ....................................................................        6
A.    Susunan Acara pernikahan di Indonesia................................................        6
B.     Syarat pernikahan menurut UU yang berlaku di Indonesia...................        8
C.     Bagaimana jika mempelai wanita dan pria berasal dari suku
yang berbeda..........................................................................................        8
D.    Bagaimana hukum di Indonesia jika yang ingin melangsungkan
 pernikahan adalah pasangan yang berbeda agama................................        9
Bab IV Penutup / kesimpulan dan Cara..................................................................        11




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pernikahan adalah sunnatullah atau hukum alam di dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah dalam surah Yaasin ayat 36.
Manusia adalah mahluk yang Allah ciptakan lebih mulia dari mahluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan tata cara secara khusussebagai landasan untuk mempertahankan kelebihan derajat yang namanya mahluk manusia dibanding dengan jenis mahluk lainnya.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang tata bagaimana tata cara pernikahan di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
~  Apa landasan teori / dasar hukum pernikahan di Indonesia
~  Bagaimana susunan acara Pernikahan di Indonesia
~  Bagaimana syarat pernikahan menurut UU yang berlaku di Indonesia
~  Bagaimana jika mempelai wanita dan pria berasal dari suku yang berbeda
~  Bagaimana hukum di Indonesia  jika yang ingin melangsungkan pernikahan adalah pasangan yang berbeda agama


BAB II
LANDASAN TEORI / DASAR HUKUM

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal         berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kompilasi hukum islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaannya adalah merupakan ibadah.
Adapun fakta yuridis (das sollen)  dan fakta riil (das sein) yang menjadi landasan dan yang sekaligus sebagai dasar berpikir (basic of thinking) untuk  sosiologis dari permasalahan pencatatan pernikahan  di Indonesia adalah :
1.      Fakta Yuridis (das sollen) yang meliputi :
a.       Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 yang berbunyi “Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku”.
b.      Pasal 13 peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang berbunyi :
(1)   “Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah kantor pencatatan perkawinan itu berada”.
(2)   “kepada suami dan isteri masing – masing diberikan kutipan akta pernikahan”.
c.       Pasal 5 – 6 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia yang berbunyi :
(1)   “Agar terjamin ketertiban bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat”.
(2)   “Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 dan UU Nomor 32 Tahun 1954.
Ketentuan pasal 6 yang berbunyi :
(1)   “Untuk  memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah Pegawai Pencatat Nikah”.
(2)   “Perkawinan yang dilakukan di luar Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.      Fakta Riil (das sein)
Yaitu sulit mengharapkan kesadaran hukum sebagian masyarakat Indonesia agar memiliki kesadaran untuk melaksanakan pencatatan perkawinan yang telah dilakukan.


BAB III
PEMBAHASAN / LANGKAH SOLUSI

A.    Susunan Acara Pernikahan di Indonesia

Adat, budaya serta agama yang ada di Indonesia sangatlah beragam sehingga sulit untuk merinci secara mendasar. Namun secara umum tata cara pernikahan di Indonesia dapat sSaya susun sebagai berikut :
1.      Ta’aruf
2.      Acara Lamaran / Tunangan
3.      Pendaftaran ke Balai Pernikahan
4.      Acara Hantaran
5.      Upacara Ijab kabul (Akad Nikah)
6.      Resepsi Pernikahan

Selain dari enam point di atas, masih banyak sekali acara - acara lainnya yang dilakukan tergantung dari adat apa yang ingin dilaksanakan.

Sebagai contoh adat pernikahan Jogjakarta yang meliputi :
1.         Acara Nontoni (Melihat calon pasangan yang akan dinikahinya)
2.         Lamaran
3.        Peningsetan (Upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat, seperti cincin dll)
4.        Upacara Tarub (Hiasan janur kuning yang disertai dengan acara siraman)
5.        Upacara Nyantri (menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin puteri)
6.        Midoderani (bidadari) (mendengarkan petuah-petuah dan nasehat serta do’a
7.        Upacara Langkahan (apabila pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum menikah)
8.        Upacara ijab Kabul (Akad Nikah)
9.        Upacara panggih (Bertemu) diiringi gending Jawa
10.    Upacara Resepsi Pernikahan 

Selain dari adat Jogjakarta, masih banyak lagi adat lain yang pelaksanaannya berbeda-beda, seperti adat pernikahan Betawi, Batak, Sunda, Minang, Bugis, Mandar, Dayak, Banjar, Asmat, Ambon, Bali, Ampana, Bajo, Badui, Kutai, Makassar, mamasa, suku melayu di Riau, Aceh, Jambi,Bangka, Belitung, Pasir, suku Rote di NTT, suku Sangir di Sulawesi Utara, Toraja,dan masih banyak lagi.

Selain dari tata cara pernikahan adat seperti yang tertulis di atas, ada pula cara pernikahan yang modern, yang kebanyakan dilaksanakan oleh penganut agama kristen, ada pula pernikahan sederhana namun sakral yang bergaya Arab, dilaksanakan oleh penganut Agama Islam dari pesantren-pesantren, gaya Hindu di Bali, gaya Tionghoa di Banten, dan masih banyak lagi tata cara pernikahan di Indonesia yang sangat beragam beragam dari Sabang sampai Merauke.

B.       Syarat pernikahan menurut UU yang berlaku di Indonesia

Menurut UU No. 1 / 1974, Adanya persetujuan kedua calon mempelai.
Adanya  ijin kedua orang tua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun. Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahundan usia calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun.
Antar calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan darah atau keluarga yang tidak boleh kawin, tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain.
Bagi suami istri yang telah bercerai lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka menikah untuk ketiga kalinya.
Tidak berada dalam waktu tunggu (Masa Iddah) bagi calon mempelai wanita yang janda.

C.      Bagaimana jika mempelai wanita dan pria berasal dari suku yang berbeda

Pernikahan bagi keluarga di Indonesia, bukanlah hanya keputusan antara kedu apasangan, namun juga persatuan antara dua keluarga besar. Yang lebih sulit, jika pasangan berasal dari keluarga besar dan berbeda suku, tetapi Indonesia juga terkenal dengan rakyatnya yang saling terbuka, karena itu biasanya diadakan perundingan antara kedua belah pihak mempelai wanita dan pria.
Sebagai contoh, mempelai wanita berasal dari suku Sunda dan mempelai pria dari suku Jawa, maka setelah melalui perundingan, maka acara akad nikah dilangsungkan dengan cara adat Sunda, lalu resepsi pernikahan dilangsungkan dengan cara adat Jawa, atau sebaliknya.

D.      Bagaimana hukum di Indonesia  jika yang ingin melangsungkan pernikahan adalah pasangan yang berbeda agama.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan 9 (”UUP”). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan dalam pasal 2 UUP adalah :
1.      Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dalam penjelasan pasal 2  ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
2.      Perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 “(PP No. 9/1975”). Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan bagi mereka yang melangsungkan pernikahan menurut agama dan kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan  pada Kantor Pencatatan Sipil.

Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.
Namun, permasalahannya apakahagama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut memperbolehkan untuk melakukan pernikahan  beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam, wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqaroh [2]: 221). Selain itu juga dalam ajaran kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).
Akan tetapi, pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Guru Besar Hukum perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada 4 cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu :
1.      Meminta penetapan pengadilan,
2.      Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,
3.      Penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan
4.      Menikah di luar negeri.

  
BAB IV
PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai Tata Cara pernikahan di Indonesia, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Saya berharap Bapak  DRS. Komaruddin, MM selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Agama serta teman-teman sekalian agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah pada kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua, Aamiin !!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar